Bersama Mengokohkan Langkah
Perjalanan lembaga pendidikan Islam bukan sekedar memainkan sistem pengelolaan, kebijakan, dan peraturan. Sebab, di dalam lembaga berkumpul makhluk yang bernama manusia, yang memiliki jiwa, kehendak dan kemauan, kekuatan dan kelemahannya, yang secara naluriah memiliki kebutuhan dasar yang sama, yang perlu dipahami, dikelola secara manusiawi, diberikan pemahaman dan motivasi. Sehingga antara keduanya, jiwa kemanusiaan dan tata aturan lembaga bertemu secara harmonis.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengokohkannya, yaitu :
1. Kuatkan Kepemimpinan dan Sensitifitas.
Mengelola lembaga pendidikan Islam merupakan seni mengelola manusia. Siswa, guru, pegawai, pimpinan, orang tua siswa, dan massyarakat adalah manusia-manusia yang saling berinteraksi. Tidak cukup dengan peraturan, tidak cukup dengan prosedur. Disana ada jiwa yang harus dimotivasi, dibangkitkan, dan disentuh sisi kemanusiaannya agar tumbur subur semangatnya berkontribusi untuk kejayaan umat ini.
Kepemimpinan dan sensitifitas, dua hal yang menjadi ruhnya agar peraturan bisa ditegakan, agar prosedur bisa dijalankan. Sehingga selaras antara kerangka dengan jiwanya. Peraturan dan prosedur adalah kerangkanya, sedangkan jiwanya adalah kepemimpinan dan sensitifitas.
2. Meneguhkan Orientasi Berkembaga.
1) Orientasi “Ibadah” kepada Allah Swt.
Tujuan Allah menciptakan manusia yaitu untuk beribadah kepada-Nya, dalam konteks khusus dan umum, ibadah mahdhoh dan mu’ammalah, dalam konteks hubungan pribadi manusia kepada Allah, dan dalam konteks hubungan manusia kepada manusia lainnya.
Allah Swt berfirman:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adzdzariyat, ayat 56)
Adapun kesempurnaan Ibadah tersebut dengan beberapa hal, yaitu:
(1) Niat yang ikhlas.
(2) Tata cara yang sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
(3) ‘Azam yang kuat.
(4) Memahami adanya balasan yang besar di sisi Allah Swt.
Demikian aktivitas berlembaga harus diorientasikan untuk beribadah kepada Allah Swt.
2) Orientasi sebagai “Khalifah fil Ard”.
Allah Swt menyerahkan dan mempercayakan pengelolaan kehidupan di alam semesta ini kepada manusia, terlebih khusus kepada orang-orang yang beriman.
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan di muka Bumi, khalifah” (QS. Al-Baqarah: 30)
Jadi, manusia adalah pengemban amanah, pengemban misi Ilahiyah, lebih dari itu manusia memimpin dan mengarahkan kehidupan ini. Apalagi orang-orang yang beriman. Merekalah yang paling berhak memegang amanah sebagai khalifah di muka Bumi ini.
3) Orientasi “Ahsanu ‘Amala”.
Allah Swt berfirman:
“Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan, agar kalian diuji, siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. Al-Mulk, ayat 2)
Untuk itu ada beberapa hal yg harus kita lakukan dalam beramal, yaitu:
(1) Disiplin, tertib, dan tertata.
(2) Efektif dan efisien.
(3) Memberi yang terbaik dalam tugas.
(4) Baik dalam POAC (Planing, Organizing, Actuating, Controling) dan melaksanakan keputusan.
(5) Terbaik dalam hubungan manusiawi, dan memperlakukan lingkungan sekitarnya.
4) Orientasi “Istimrariyatul-’Amal” (keberlanjutan amal).
Dalam menyelenggarakan lembaga pendidikan Islam, kita harus berpikir keberlanjutan amal (istimroriyatul’amal), bukan hanya untuk saat ini tapi untuk hari esok dan ke masa depan.
Beberapa hal yang dipahami dan dilakukan, yaitu:
(1) Saling meradiasikan energi positif/ motivatif.
(2) Membangun budaya fastabiqul khairat dalam amal.
(3) Membangun sistem amal yang berorientasi kedepan dan berketerusan.
(4) Mampu memimpin diri sendiri.
(5) Siap dipimpin dan memimpin.
(6) Adanya proses kaderisasi kepemimpinan.
5) Orientasi “Barakah” (Keberkahan).
Satu hal yang mendasar dan harus dipahami dengan penuh kesadaran, bahwa keberkahan yang menjadi tujuan dalam beramal dengan cara, yaitu:
(1) Mengedepankan musyawarah ketimbang langkah pribadi, walaupun kita sangat mampu.
(2) Aktif berkontribusi dan tidak mengeluh.
(3) Mentaati setiap hasil keputusan pimpinan sebelum evaluasi.
(4) Upaya lembaga yang optimal, wajar dan halal.
(5) Menerima (qona’ah) atas apa yang diperolehnya sebagai suatu proses berkelanjutan.
(6) Memberi kepercayaan atas pengelolaan.
(7) Mencari solusi bersama.
6) Orientasi “Da’wah”.
Keberadaan kita di lembaga pendidikan Islam harus juga diorientasikan untuk berda’wah. Lembaga sebagai lahan da’wah yang subur. Dan da’wah itulah sebaik-baiknya pekerjaan. Mengajak manusia ke jalan Allah Swt.
Untuk itu beberapa hal perlu dipahami dan dilaksanakan, yaitu:
(1) Membina diri, dengan tarbiyaah Islamiyah, dan Mengajak orang lain kepada Allah.
(2) Menampilkan kemuliaan Islam. Berjuang di jalan Allah untuk kemuliaan Islam.
(3) Menyiapkan hujjah di hadapan Allah, agar kita punya alasan dihadapan Allah kelak, bahwa kita sudah berbuat (berda’wah) mengajak manusia kepada-Nya.
(4) Upaya membangun masyarakat bertaqwa. Kita berdawah agar terbentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah Swt sehingga diturunkan keberkahan dalam hidup manusia.
Allah Swt berfirman tentang tujuan kita berda’wah, yaitu:
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras? Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertaqwa.” (QS. Al-A’raf, ayat 164)
Dan tentang keberkahan dalam hidup dengan Iman dan ketaqwaan, yaitu:
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. “ (QS. Al-A’raf, ayat 96)
3. Rumah dan Sekolah: Dua Kekuatan Pengubah.
Dua lembaga yang bisa diharapkan untuk mengubah kondisi masyarakat kita, adalah Rumah dan Sekolah ( lembaga pendidikan Islam). Kita sudah sangat mengetahui kondisi kehidupan masyarakat kita hari ini. Kerusakan dimana-mana dan terus menjangkiti kehidupan masyarakat kita. Kerusakan moral remaja pun tak terbendung, sikap sadis dan kriminalisme, narkoba, kehidupan sex bebas, dan berbagai kerusakan lanjutannya.
Dua lembaga yang bisa diharapkan itu adalah Rumah dan Sekolah (lembaga pendidikan Islam). Apalagi jika dua lembaga tersebut dapat bersinergi, menyamakan persepsi dan langkah-langkah nyata untuk membina, menjaga, menumbuhkan potensi, mengarahkan, dan membentuk anak dengan nilai-nilai Islam yang komprehensif. Tentu, hasilnya akan sangat menakjubkan.
Rumah dan Sekolah (lembaga pendidikan Islam) yang memiliki kesamaan persepsi, bersinergi menjadi lembaga pengubah masyarakat dengan cara melahirkan anak-anak yang memiliki Visi Peradaban yang utuh. Kesholihan dan Kecendekiaan menyatu menjadi kesatuan pribadi yang tangguh. Siap berkiprah di masyaraakat, merubah kerusakan menjadi kemaslahatan.
4. Jangan Kehilangan Jati Diri.
Para pengelola lembaga pendidikan Islam mesti “engeh” atau “sadar diri”, jangan sampai kebijakannya menghilangkan jati diri sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khas tersendiri.
Lembaga pendidikan Islam harus menjaga, untuk tetap mengokohkan hal-hal yang merupakan sesuatu yang asli, yang tetap, yang harus ada dimiliki oleh lembaga pendidikan Islam.
Hal-hal yang bersifat tetap ini tidak boleh berubah sampai kapanpun. Sebab, inilah jati diri, kepribadian dari lembaga pendidikan Islam. Hal-Hal yang tetap, antara lain:
1) Kebijakan Sistem yang mendahulukan mutu dari pada sisi kemanfaatan yang lain.
2) Indikator-indikator capaian da’wah atau keIslaman pada kebijakan Lembaga.
3) Kualifikasi Pembinaan Pribadi Islami SDM.
4) Kualifikasi Pembinaan Pribadi Islami dan Kompeteni Siswa.
5) Keseimbangan pada proporsi Struktur Kurikulum Keislaman, Pengetahuan, Keahlian, dan Keterampilan.
Lembaga pendidikan Islam jangan sampai tergoda kepada sesuatu yang kelihatannya “Wah...” yang menggoda untuk menjadikan sekolah Islam lebih nampak menarik dan membangun citra. Padahal, hal itu tidak mendasar dan justeru akan merusak keaslian, jati diri sebagi sekolah atau lembaga pendidikan Islam.
Sebab faktor kebutuhan dana dan finansial, misalnya. Sehingga pertimbangan mutu dikesampingkan dan lebih mendahukukan pemenuhan dana dan finansial lainnya. Padahal hal ini justeru awal dari rusaknya sistem di lembaga pendidikan Islam.
Mengurangi pembelajaran Al-Qur’an, Tahsin dan Tahfidz, dan menggantinya dengan pembelajaran yang lebih Humanis dan lebih bersifat keterampilan dan keahlian, misalnya. Ini adalah daya tarik dari sisi muatan pembelajaran. Ada kekhawatiran, kalau muatan pembelajaran hafalan Al-Qur’annya banyak anak akan mengalami kejenuhan. Ini juga daya tarik lain yang tidak memiliki dasar ilmiyahnya. Justeru semakin banyak hafalan Al-Qur’an kecenderungannya anak akan semakin cerdas. Otak mereka akan semakin berkembang.
Adapun hal-hal yang dapat berubah dan dapat dikembangkan, maka hal tersebut sangat terbuka untuk dikembangkan. Dalam hal program, metodologi, dan pendekatan, misalnya, lembaga pendidikan Islam sangat mungkin mengadopsi model-model yang dapat diterapkan di lembaga, tanpa menghilangkan keaslian jati diri Lembaga pendidikan Islam.
5. Pilihlah Jalan Ini dan Komitmen-lah!
Allah SWT berfirman,
“Katakanlah: “Inilah Jalanku. Aku menyeru kepada Allah. Dengan Al-Qur’an (Bashirah), Aku bersama orang-orang yang mengikutiku. Dan Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf, 108)
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, dan beramal sholih. Dan dia berkata, “Sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang Muslim.” (QS. Fishshilat, ayat 33 )
Jalan da’wah Islam adalah jalan kehidupan terbaik yang Allah pilihkan buat kita. Maka pilihlah jalan ini dan berkomitmenlah untuk terus menjalaninya, dalam upaya menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan.
Lembaga pendidikan Islam yang menjadikan da’wah sebagai pondasi dan ruh-nya tentu merupakan bagian dari keseluruhan jalan da’wah Islam. Jika kita telah memilihnya, maka jangan ragu untuk menjalaninya dan jangan mudah tergoda sehingga mudah goyah dalam menjalaninya.
Mungkin ada diantara kita yang memilih jalan untuk mengembangkan ekonomi berbasis da’wah Islam. Ada juga yang berkiprah dalam politik berbasis da’wah Islam. Namun yang perlu diingat, apapun yang kita pilih dan dimanapun kita berkontribusi untuk kemajuan Islam, semuanya itu penting.
Untuk itu, mereka yang memilih mengembangkan Lembaga pendidikan Islam harus totalitas mencurahkan perhatiannya untuk mengembangkan Lembaga pendidikan Islam. Satu hal yang harus kita ingat, dimanapun kita berada jika setengah-setengah, maka kita tak kan pernah menghasilkan apa-apa.***
Ditulis oleh:
Drs. H. Syamsuddin Harun, M.Pd.I.
Ketua 1 Yayasan Ummul Quro Bogor